ceptian.blog

butir pelajaran dalam perjalanan.

Sepenting Apa Ambisi?

Saya termasuk orang yang memiliki suatu dorongan dalam mendapatkan sesuatu. Selama itu hal yang memang saya tuju, dan saya memang tau kenapa saya menginginkan itu. Dorongan ini saya sebut ambisi. Saya melihat itu sebagai bahan bakar terhadap obsesi saya. Saya kadang mendapat label ‘ambisius’ karenanya. Waktu sekolah dulu saya ingat, ada teman yang menasehati untuk tidak terlalu ambisius. “Udah biasa aja”, “Santai laah”, “Awas nanti gila”.

Ambisi saya hanya keluar terhadap sesuatu yang benar-benar membuat saya terobsesi. Jadi saya bukan orang yang selalu berambisi terhadap semua hal. Hanya terhadap sesuatu yang saya sudah bulat untuk dituju, saya tau WHY-nya, dan saya sudah bisa membayangkan hasilnya. Contoh, walaupun dulu waktu SMA saya masuk jurusan IPA (di SMA saya berlaku jurusan IPA, IPS dll), tapi saya tidak memiliki dorongan kearah sana. Saya seperti hanyut terbawa arus aturan sekolah. Tanpa tahu ini akan kemana, kenapa saya harus mengerti semua mata pelajaran sains? Apa yang akan saya lakukan dengan semua ini kalau saya mengerti? Hehhe. Agak drama yah. Tapi itu yang saya rasakan dulu waktu SMA.

Waktu akan masuk kuliah, akhirnya saya sudah menetapkan akan mengambil jurusan apa. Saya membawa bekal untuk tidak mengulangi lagi kesalahan waktu SMA. Apa itu? Menjalani sesuatu yang tidak saya sukai, dan tidak saya inginkan. Saya memilih jurusan desain dan saya percaya disanalah jiwa saya akan berlabuh, dan disanalah semua totalitas saya akan keluar. Walaupun keluarga agak ragu, bagi saya tidak jadi masalah. Bunyi ‘klik’ di hati ini juga sudah cukup.

Alhamdulillah saya tidak salah pilih. Selama kuliah S1 itu saya begitu menikmati setiap prosesnya dengan suka cita. Ambisi saya menyala-nyala untuk bisa mengeluarkan semua potensi yang saya miliki. Saya sangat terobsesi untuk menjadi mahasiswa yang bisa mengeluarkan semua potensi selama kuliah. Lebay banget sih kedengerannya. Dan memang realitanya, tidak 100% semua seluk beluk perkuliahan bisa saya sukai. Tapi minimal, 80% dari proses kuliah itu saya merasa begitu berambisi.

Saya bangga dengan hasilnya, saya bersyukur apa yang saya lakukan selama itu bisa membawa saya sampai ke titik sekarang ini. Saya sangat addict dengan ‘melakukan sesuatu secara sungguh-sungguh’. Tapi lagi, itu hanya berlaku untuk sesuatu yang memang saya terobsesi dengannya. Pada dasarnya saya orang yang lumayan pemalas, jadi saya sangat memilih hal-hal yang dimana nantinya akan menghabiskan waktu, energi dan uang saya.

Bagi saya, ambisi itu adalah bahan bakar yang sangat dibutuhkan selama proses mencapai goal. Saya sendiri tidak pernah mendapat dampak negatif selama ini. Ya kalau ngerasa capek yaa sering. Wajar. Lelah itu adalah indikator lahir dan batin kita butuh istirahat. Bukan indikator untuk berhenti apalagi mundur.

“Tapi kan banyak yang stress tuh karena terlalu ambisius”. Menurut saya pribadi, boleh setuju atau tidak. Stress juga sebenernya wajar. Tinggal kuncinya adalah kita harus menerima dulu bahwa tidak ada jaminan kita akan berhasil pada proses yang mana, dan percobaan yang keberapa. Terima kalau gagal itu sebuah kepastian, tapi kalau kita terus semangat melanjutkan, kesuksesan lebih pasti. Jangan hanya membayangkan manis diakhir, tapi ketahui juga akan ada pahit selama prosesnya.

Makna ambisi

Saya pernah membaca buku yang berjudul “Be Obsessed or Be an Average” by Grant Cordone. Isinya sangat relate dan saya cukup setuju. Tambahkan sedikit obsesi pada tujuan anda, gunakan ambisi dalam prosesnya. Jika tidak, anda akan menjadi orang yang biasa saja. Atau dengan kalimat yang lebih singkat, pembeda antara orang yang biasa dan yang sukses, adalah obsesi. Beuh.

Pasti pro dan kontra. But think about it. Saya pernah ada pada dua posisi tersebut. Yang mana nih? Yaitu dimana saya mencapai sesuatu dengan ambisi, dan tanpa ambisi. Itu contohnya sudah saya jelaskan diatas. Waktu dulu sekolah SMA, saya menjalani setiap hari tanpa tujuan yang jelas, tanpa ambisi, dan tidak terobsesi sama sekali. Beda dengan saat kuliah, saya bisa mendapatkan hasil yang bagi saya membanggakan. Itu karena saya sangat terobsesi untuk mengeluarkan semua potensi saya, dan menjalaninya dengan ambisi.

Saya merasa masa SMA saya ‘biasa saja’ dan tidak ada sesuatu yang saya capai. Dan saya merasa okay dengan itu. Saat kuliah, saya cukup sering mendapatkan apresiasi dan ketika saya gagal, saya akan langsung mengevaluasi. Agar itu tidak terulang. Sebegitu bedanya kan vibesnya? Mungkin teman-teman ada yang pernah merasakan hal yang sama juga?

Mengapa kita perlu ambisi

Ini versi saya. Mungkin berbeda dengan yang dirasakan teman-teman. Buat saya, dengan memiliki ambisi, kita jauh lebih berenergi. Seolah ada bahan bakar semangat untuk terus berusaha mencapai goals dan obsesi kita. Kalaupun lelah, istirahat kita tidak akan terlalu lama, dan kalaupun terjatuh, tidak akan membutuhkan waktu yang lama untuk kembali berdiri dan berlari.

Jika kita tidak menemukan ambisi, bisa jadi ada sebuah keraguan terhadap apa yang sedang dijalani sekarang. Bisa jadi kita kurang menikmati, atau malah kita tidak punya tujuan apalagi obsesi. Hidup serasa rata-rata, kurang berwarna dan kurang mendebarkan. Bagi yang belum memahami bedanya, bisa langsung membuktikannya sendiri. Lakukan sesuatu dengan biasa saja, dan lakukan sesuatu dengan ambisi. See the different.

Menggunakan Ambisi

Kata ‘ambisi’ memang terkesan berkonotasi negatif. Seolah itu adalah perilaku yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu. Bisa iya, bisa enggak. Ambisi yang saya maksud bukan hal demikian. Kita tetap harus memiliki semacam pagar, atau batasan. Kita harus berambisi tanpa harus menyalahi aturan, norma kehidupan dan aturan agama. Disitulah tantangannya.

Begitu juga dengan kata ‘obsesi’ yang juga tidak kalah selalu terdengar negatif ditelinga kita. Seolah obsesi itu hanya erat kaitannya dengan hal-hal keduniawian seperti harta kekayaan, wanita, pangkat, ketenaran, dll. Padahal, obsesi bisa ditempatkan pada sesuatu yang baik seperti hidup bahagia, masuk surga, dan rumah tangga harmonis.

Jarang memang terdengar oleh kita, ada orang yang mengatakan, “Saya terobsesi dengan surga, saya sangat ingin masuk surga dan saya berambisi untuk melakukan banyak kebaikan, belajar agama dengan giat agar bisa terus taat dan Allah menerima pahalanya” atau, “Saya terobsesi dengan hidup sehat, dan keluarga yang harmonis. Saya sangat berambisi untuk olah raga teratur, makan makanan sehat dan halal, juga terus membuat istri dan anak saya bahagia.”

Obsesi mencerminkan tujuan, dan ambisi mencerminkan proses.

Posted in

Leave a comment