Tahun 2017 saya mencoba peruntungan lain. Saya menemukan teman baru dalam suatu kajian rutin. Kami coba mulai bisnis brand consultant. Wah ini mah nekat banget. Selain ilmu kami tentang itu sangat terbatas, kami juga tidak punya portfolio sama sekali. Untungnya, kami punya klien tetap yang percaya kepada kami. Kontrak tahun pertama berjalan mulus dan aman. Sehingga kami berdua memutuskan untuk buka bisnis sampingan.
Ide untuk bisnis sampingan yang terpikirkan saat itu adalah clothing lagi. Entah kenapa saya begitu penasaran ingin sukses di bidang fashion. Sebelum sukses saya akan terus ulik. Mungkin begitu bunyi teriakan hati saya. Alhamdulillah lebih lancar dari bisnis-bisnis saya sebelumnya. Tapi karena semuanya begitu aman, begitu nyaman, alarm saya berbunyi. Saya tidak suka zona aman dan nyaman. Yang menghanyutkan itu biasanya mematikan.
Terlalu rumit dan panjang jika harus diceritakan detailnya. Yang pasti, saya merasa lagi-lagi harus meninggalkan bisnis ini. Memang saya terkesan begitu mudah melepaskan sesuatu. Tapi percayalah, itu karena saya sangat mendengar apa kata hati. Jika saya merasa ada yang kurang pas, saya sudah punya alarm yang siap saya ikuti.
1. Merasa Gelisah
Kayaknya kalau dibahas terlalu detail akan terlalu panjang. Intinya, saya mulai merasa gelisah saat menjalani dua bisnis itu. Kegelisahan ini mengarahkan saya untuk berhenti lagi. Kayaknya saya harus quit. Lho kenapa? Tidak semua faktor bisa saya jelaskan, namun faktor intinya adalah saya mulai sadar bahwa bisnis itu tidak cukup hanya menghasilkan. Bisnis juga harus bisa growth atau tumbuh.
Masalahnya, saya tidak bisa membayangkan atau saya tidak punya visi bagaimana dua bisnis ini bisa besar? Faktor kenapa dua bisnis ini tidak bisa growth saya tidak bisa sebutkan karena terlalu privasi. Ini saya rasakan pada pertengahan 2018. Bisnis kami sudah berjalan kurang lebih satu tahun tanpa pertumbuhan yang signifikan. Katakanlah pada saat itu ada beberapa hal yang tidak bisa saya ubah dan usahakan lebih, makanya saya memilih untuk mundur perlahan.
Saya bingung saat itu, karena itu bisnis yang menompang kehidupan keluarga kecil saya. By the way saya sudah menikah pada tahun November 2017, dan kami memutuskan untuk tidak bersama orang tua. Dulu kami berdua hidup di kostan sempit, dan istri saya tiap hari di kostan karena saya larang untuk bekerja. Pada awalnya saya masih mengajar di kampus, namun itu juga harus saya tinggalkan demi fokus menjalani dua bisnis tadi. Sehingga pada akhirnya kami bergantung pada bisnis yang membuat saya gelisah pada pertengahan 2018 itu.
Prinsip saya adalah, boleh idealis tapi tetap harus strategis. Oke katakan saya akan mundur dari dua bisnis tadi, tapi bagaimana istri dan kehidupan saya? Mengandalkan menjadi seorang freelance desainer hanya menjauhkan saya dari mimpi saya menjadi seorang pengusaha. Yaa walaupun kadang saya suka ngerjain projek desain, tapi itu hanya untuk ‘nambah uang jajan’ aja. Saya banyak diskusi dengan istri untuk mencari solusinya. Pertanyaan saya, apa yang bisa kita lakukan jika saya mundur dari bisnis saya waktu itu?
2. Mulai Nyusun Ide
Lucu banget karena kami tidak punya tabungan sama sekali. Untuk biaya hidup aja, penghasilan saya hanya sebatas mencukupi. Saya sangat bersyukur karena setelah menikah, Allah selalu mencukupkan rezeki kami. Tapi, ketika bicara mimpi dan ide yang akan kita wujudkan itu, rasanya susah juga karena kita tidak punya cash sama sekali. Dengan terpaksa, saya memutuskan untuk pinjam ke orang tua jika memang idenya sudah matang.
Proses diskusi dengan istri saya pun menjadi tantangan tersendiri. Karena memang kami punya argumen sendiri agar ide yang dihasilkan itu terbaik. Walaupun sebenarnya istri saya akan ngikut-ngikut aja apa kata suami, tapi Alhamdulillah beliau mampu memberikan banyak input. Pada akhirnya saya harus menghilangkan ego, dan memandang semuanya secara realistis. Kami memutuskan untuk meneruskan kembali bisnis istri saya yang sempat terhenti. Produknya adalah gamis dan kerudung dengan merk JAAMISE.
3. Tidak Semudah Itu Ferguso!
Well, kenapa saya menerima usulan dari istri saya? Sekali lagi karena saya sudah riset bahwa pasar untuk produk gamis dan kerudung itu sangat luas. Sebenernya produk gamis-kerudung itu udah terbilang red ocean. Persaingannya udah gak sehat. Terus kenapa masih mau? Ya karena pasarnya begitu luas, kayaknya bisa diulik nih bareng istri. Seenggaknya, menjalani bisnis bareng istri mungkin akan lebih kompak. Saya juga gak perlu jauh-jauh kan.
Saya memutuskan untuk menggunakan nama JAAMISE lagi karena saya ingin istri saya ikut bangga dalam menjalani bisnis ini. Merasa dilibatkan. Itu yang lebih penting. Kalau masalah nama, saya sebenarnya punya beberapa ide yang lebih baik. Tapi yang lebih baik belum tentu baik hasilnya kan? So saya hanya merubah sedikit namanya menjadi JAMISE agar lebih sederhana dan mudah diucapkan.
Next, setelah persiapan berupa riset pasar, segmentasi dan lainnya sudah matang muncullah angka yang perlu kami siapkan juga. Dulu hasil hitungan kami sekitar Rp. 37.000.000 untuk modal awal. Lumayan kan. Saya coba lobby ibu saya. Saya tidak tega sebenarnya, karena orang tua kami bukan orang berada. Saya tahu ibu saya mungkin tidak punya uang sebanyak itu untuk dipinjamkan untuk saya berbisnis. Tapi saya tetap mencoba.
Benar dugaan saya, ibu saya hanya punya Rp 15.000.000. Saya masih ingat ibu saya bilang, “Silakan gunakan saja uang ini, gak usah khawatir.” Saya punya dua pilihan, take it or leave it. Saya pilih ambil. Saya yakin, Allah sudah merencanakan ini semua. Dan saya yakin ini yang terbaik. Ini satu-satunya jalan saya untuk mewujudkan mimpi bisnis bersama istri. Saya sangat yakin akan sukses, dan tidak ada opsi lain. There is no way back!
4. Pamit
Singkat cerita, bisnis saya dengan istri yang diawali Oktober 2018 berjalan dengan lancar. Bahkan melebihi ekspektasi kami. Dengan segala pahit manis, saya begitu menikmati prosesnya. Alhamdulillah. Setelah berjalan beberapa bulan sambil mengelola dua bisnis saya dengan teman, akhirnya saya memutuskan untuk mundur untuk bisa menjalani Jamise lebih fokus.
Saya sudah minta izin dari jauh hari dan mengkomunikasikan bahwa saya berbisnis dengan istri. Dan respon teman saya juga tidak resistance. Dia justru mendukung dan menghargai keputusan saya. Dua bisnis itu masih dijalankan oleh teman saya dan teamnya. Alhamdulillah semuanya berjalan dengan baik dan hubungan kamipun masih baik.

Leave a comment