ceptian.blog

butir pelajaran dalam perjalanan.

“Pokoknya Udah Lulus Kuliah Gak Mau Kerja!” Sebuah Pencarian Part 1

Semuanya berawal ketika saya mulai menginjak semester 4. Waktu itu sekitar tahun 2012, saya mulai mikir kira-kira nanti udah lulus mau ngapain ya? Karena jujur, saya terlalu menikmati dan mungkin terlalu nyaman dengan kuliah. Saya dulu masuk jurusan DKV by the way. Satu jurusan yang sangat saya sukai, dan saya sangat menjiwai saat itu.

Saat kuliah dulu, saya mungkin agak berbeda dari teman sekelas yang masih pada santuy. Kebanyakan main, dan nongkrong. Saya sangat serius dalam menjalani kuliah, mencari ilmu dan mempertajam skill. Entah mungkin karena saya bener-bener suka jurusan ini. Tapi saya mulai merasa harus tau arah setelah semua ini mau kemana? Udah lulus mau ngapain hayoo.

Diluar sana, mungkin ada orang yang seperti saya. Hanya saja, waktu itu saya gak dapet temen yang punya kekhawatiran yang sama. Jadi semuanya saya simpen sendiri. Rata-rata teman sebaya sangat menikmati masa menjadi anak kuliahan. Banyak nongkrong, maen, lebih fokus ke hobi dll. Saya gak bilang itu jelek, hanya saja saya lebih memilih untuk lebih produktif dan meningkatkan kualitas kuliah saya.

“Nikmati sajalah. Let it flow”. Itu yang sering saya dengar saat itu. Cukup mengganjal sih. Karena jujur, waktu dulu saya SMA saya berprinsip seperti itu dan pada akhirnya saya tidak mencapai apa-apa. Makanya, saat saya kuliah saya merasa harus punya tujuan yang jelas. Tujuan yang saya tetapkan sendiri. Bukan tujuan yang ditentukan orang lain.

Photo by Pixabay on Pexels.com

Menggali Diri

Banyak yang melewatkan sebuah fase yang penting dalam sebuah proses mencapai tujuan, yaitu menggali diri. Hal ini penting banget sih menurut saya. Karena, kita akan tahu posisi kita dimana dan apa kekurangan-kelebihan kita.

Hasil dari penggalian diri saat itu menemukan bahwa saya memiliki kelebihan dalam hal menggambar manual hingga digital painting (bisa digoogle ya). Basically, saya sangat passionate saat kuliah. Saya sangat suka hampir semua mata kuliah saat itu, dan berusaha menguasainya. Minimal icip-icip tapi dengan serius. Biar hasilnya maksimal.

Prinsip saya, bisa jadi tips juga. Ketika kita ingin mengetahui dimana passion kita, silakan banyak icip banyak hal. Tapi dengan catatan, lakukan semuanya dengan serius dan maksimal. Insya Allah nanti kita akan menemukannya.

Kendala saya saat itu, dengan skill saya saat itu saya mencoba forcast kedepan. Kira-kira bagaimana saya bisa sukses dengan itu. Banyak sekali orang sukses dengan menjadi illustrator, komikus, animator dan masih banyak lagi. Tapi kok, itu gak bikin saya tergoda. Seolah, hati saya bilang. Kayaknya bukan itu sukses yang saya mau.

Well, jadi gimana dong? Kan sayang skillnya gak dikembangin. Hhehe. Menurut saya, apa yang sudah pernah kita pelajari tidak ada yang sia-sia. Buktinya, hingga sekarangpun ketika saya memiliki bisnis. Skill menggambar manual itu selalu saya gunakan. Dan masih banyak benefit lain sih sebenernya. Temen-temen bisa cek contoh dari coretan saya disini.

Pada akhirnya, prioritas saya adalah mengikuti kata hati. Mungkin ini jarang dilakukan oleh orang pada umumnya. Saya orang yang tidak segan melewatkan peluang depan mata yang tidak sesuai dengan kata hati. Sedikit intuitif, tapi ini sudah terbukti terhadap saya. Cukup sering. Saya selalu menyesal jika tidak mengikuti kata hati.

Photo by Skitterphoto on Pexels.com

Pencarian Kedua

Kuliah terus berlanjut. Saya ingat betul, saat itu semester 5 saat saya belajar mata kuliah tentang Logo. Ini berkaitan banget dengan Brand Identity Design. Uniknya, dalam proses merancang brand identity design itu mengharuskan seorang desainer dapat membedah masalah sebuah bisnis. Kontekstual, setiap bisnis bisa jadi punya kasus yang berbesa. Menjadikan solusinya berbeda. Ini menarik banget, karena secara tidak langsung saya jadi tau banyak seluk beluk tentang bisnis.

Saya yang selalu merasa tertantang ketika dihadapkan pada sebuah masalah. Menjadi desainer adalah perjalanan dan pertualangan memecahkan masalah melalui produk desain sebagai solusi. Jujur saya sangat tertarik saat itu dengan brand identity desain. Rasanya menantang banget. Yaa walaupun tugas kuliah tentang desain logo saat itu masih kurang memuaskan. Yang pasti saya udah tau mau kemana arahnya.

Mendekati semester akhir, saya mulai mendapatkan beberapa klien “serius”. Serius disini maksudnya dari nilai projek sudah termasuk lumayan untuk saya saat itu. Bicara tentang klien dan projek, sebenarnya saya lumayan sering mengerjakan projek berupa ilustrasi sebelumnya. Namun saat itu saya belum benar-benar melihat itu sebagai projek.

Singkatnya, saya mendapat klien pertama untuk projek brand identity desain. Klien itu kenal saya dari seorang teman yang mungkin dia sering melihat saya share tugas kuliah di facebook, atau melihat portfolio saya. Dia tertarik untuk membangun bisnis pertamanya, dan membutuhkan desain logo dan brand identity lain. Dari situ saya mulai belajar menghandle klien, menetapkan harga, negosiasi, dan masih banyak lagi. Serus sih.

Saya termasuk orang yang berani mengambil resiko, dan suka dengan hal-hal baru. Jelas mengerjakan projek seperti ini membuat saya tertarik. Selain dari hasilnya jelas berupa bayaran uang, yang paling penting adalah pengalaman. Terlebih lagi, saya mendapatkan beberapa teman dan pengetahuan tentang bisnis sekaligus. Double impact lah kalo bisa dibilang.

Photo by Colour Creation on Pexels.com

Binggo! Ketemu Akhirnya!

Mengerjakan beberapa projek desain dengan klien yang rata-rata pengusaha muda, mendapat banyak ilmu. Pandangan saya terhadap dunia karir menjadi berubah akhirnya. Saya sangat kagum, betapa banyak mahasiswa yang umurnya sama dengan saya, dengan kondisi sedang kuliah juga tapi bisa memulai sebuah bisnis. Saat itu saya belum punya ilmu dan ketertarikan tertentu terhadap bisnis. Bisnis ya bisnis, pikir saya. Itu hanya dilakukan oleh orang berpengalaman, orang pintar, atau punya modal besar. Ternyata saya salah!

Menjalankan bisnis yang sukses sejatinya tidak ada hubungannya dengan usia, keberuntungan, atau keturunan. Siapa saja bisa berbisnis. Bisnis juga bukan sebuah destinasi yang dituju setelah bekerja. Kapan saja kita bisa mulai, bahkan sedini mungkin. Saya pikir, karena klien saya bisa melakukannya, berarti sayapun bisa. Sepertinya asyik, punya penghasilan dari bisnis sendiri. Keren. Kurang lebih itu yang ada dikepala saya saat itu.

Saya mulai terus memikirkan bisnis. Kalau saya bisnis, mau bisnis apa. Terus modalnya gimana? Nanti kalau sukses gimana? Kalau gagal gimana. Sulit dijelaskan, tapi cukup membuat saya tidak bisa tidur. Saking semangatnya. Dulu saya punya kebiasaan overthinking memang. Tapi okelah, selama overthinking karena saya terlalu semangat dan optimis terhadap sesuatu.

Saya merasa, banyak hal yang bisa menjadi kekuatan saya dalam berbisnis. Yang pertama, saya punya skill desain yang akan memangkas budget creative dalam developing produk. Bisa bikin sendiri. Dari segi promosi dan lainnya juga bisa saya cover karena saya merasa sudah terbekali. Bahkan teman-teman pengusaha membutuhkan skill saya untuk keperluan bisnis mereka. Tampaknya langkah saya akan lancar dan semuanya akan cerah! Pede banget kan?

Saya begitu menggebu-gebu. Sering banget saya baca cerita pengusaha muda yang sukses di artikel-artikel. Membuat saya terus termotivasi. Akhirnya, saya harus mengambil langkah pertama untuk memulai. Daripada cuma ngebayangin kan? Singkatnya saya coba ajak teman-teman saya, bercerita bagaimana peluang dalam berbisnis yang sebenarnya saya agak sok tahu saat itu, dan memotivasi teman-teman. Akhirnya saya dan beberapa teman dekat memutuskan untuk memulai.

Produk yang kami launching pertama kali adalah kaos kaligrafi islam namun dengan konsep typography. Intinya kalau kita biasa melihat kaligrafi islam itu bentuknya meliuk, dengan gaya penulisan arabic. Nah saya coba buat style sendiri tanpa menyalahi kaidah kaligrafi dan keterbacaannya. Brilliant! Ini akan sukses! Saya tidak berhenti optimis. Karena ini produk yang belum pernah saya temukan di pasar.

Saat itu teman saya menamai brand kami Anamorphic, yaitu singkatan dari ‘A Nation of Motivation Calligraphic’. Menurut saya keren sih. Terlepas benar atau salah secara penulisan dan tata bahasa. Kami tak punya waktu untuk memeriksa itu. Hehe. Yang pasti kami euforia melaunching produk untuk pertama kali itu kami rasakan begitu menyenangkan. Sampai mulai ada masalah bermunculan saat melanjutkan proses berbisnis itu. Insya Allah akan dilanjutkan pada part selanjutnya.

Berikut contoh produk kami pertama kali:

Posted in

Leave a comment